Shaki
1 min readFeb 10, 2024
Photo by Unsplash

Memasuki bulan februari minggu kedua, pikiran mulai tidak karuan. Lupa makan, juga lupa minum.

Menangisi perkataan orang yang masuk ke telinga.

“Jahat sekali” batinku.

Meneriaki sumpah serapah dalam benak. Memang dia bisa mendengarnya? Tentu saja tidak. Aku yang akan rugi karena tidak memegang kendali emosi sendiri.

Hari-hari melamun, dan tetap bertanya “Memang salahku apa? Sehingga harus menerima perkataan seperti itu? Apa ini layak dimakan bersama lauk pauk yang akan terhidang di depanku?”

Tuhan ingin bilang…

“Atur lagi kendali emosimu, masalah tidak mungkin selesai dengan cara berkompromi bersama emosi.”

Suara suara dalam diri semakin riuh berisik seolah berbisik “Bicarakan pada mereka apa yang sebenarnya terjadi. Barangkali mereka bisa membantu. Tak usah panjang lebar, yang inti saja.”

Pukul berapa aku bisa mendengar suara suara itu? Tidak, tidak ada waktu yang pasti.

Tuhan ingin bilang…

“Adukan semua padaku, Aku yang akan membantu..”

Sudahlah, kemarahan ini sifatnya sementara. Nanti pergi sendiri. Namun, yang paling penting tidak lupa pelajaran dari yang telah terjadi.

Sabar bukan hanya soal diam. Tapi dari sabar, Tuhan ingin kita supaya apa? Supaya lebih memahami apa yang terjadi dan bagaimana seharusnya menyikapi yang telah terjadi.

Tuhan ingin bilang…

“Aku senantiasa bersama orang orang yang bersabar.”

No responses yet